SEKOLAH DALANG HABIRANDHA Yogyakarta (Sekolah langka Seni Budaya di Indonesia)
Sangat jarang sekolah yang berlatar belakang seni budaya nusantara seperti SEKOLAH DALANG HABIRANDHA Yogyakarta.
Tapi sayang sekolah non formal yang langka ini belum termasuk sebagai
sekolah yang mendapat perlindungan dan fasilitas dari pemerintah RI.
Sehingga untuk keberadaan dan eksistensi sekolah tersebut sangat
terbatas. Yakni hanya mengandalkan uang pembayaran dari siswa sebesar
Rp. 20.000/ bulan dan juga bantuan dari Kraton Yogyakarta.
Sekolah ini berlokasi tidak jauh dari lingkungan keraton Yogyakarta
yakni di Jalan Rotowijayan No. 1 Yogyakarta sejalan dengan arah ke
Museum Kereta Keraton Yogyakarta. Keberadaan Sekolah dalang ini berdiri
tahun 1925 atas inisistif Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Djadjadipoera
dan mendapat dukungan penuh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII waktu itu.
Awalnya sekolah Habirandha ini bernama Pawiyatan Pedhalangan Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat Habirandha. Tujuan pendirian sekolah ini
adalah untuk menjaga seni pertunjukan wayang dari kepunahan dan dipegang
hingga saat ini secara konsisten untuk dicapai. Pada pembelajaran
tingkat pertama para siswa yakni mayang atau memainkan wayang, namun
seiring perkembangan ditambah dengan materi lain yang meliputi teknik
teknik dasar pedalangan. Materi tersebut antara lain Cepengan atau
metode memegang wayang kulit, sabetan yakni tekni manipulasi yang
biasanya dilakukan dalam adegan perang. Janturan, Kandha carita atau
narasi, pocapan atau dialog, suluk sekar atau menembang, dhodogan,
keprakan, gendhing atau melodi gamelan dan pakeliran yakni penataan
panggung.
Nama HABIRANDA merupakan singkatan dari HAMURWANI BIWARA RANCANGAN DALANG yang kurang lebih berarti PINTU PERTAMA UNTUK MENYUSUN ATAU MEMBENTUK MENJADI DALANG.
Dibuka awal hanya untuk para anak anak dalang namun kemudian dibuka
untuk umum. Pelatihan pertama dibuka 27 juli 1925 dengan KRT Djajadipura
sebagai direktur merangkap Guru pengetahuan atau kawruh pedalangan
umum, Raden Wedana Prawirodipuro sebagai guru sejarah pedalangan, Raden
Tumenggung Madubranta sebagai guru sulukan dan RB. Cermawicara sebagai
guru Pakeliran.
0 comments:
Post a Comment